- Pendahuluan.
Salah satu kewajiban utama setiap mukmin baik laki-laki maupun perempuan adalah mendakwahkan Islam. Dakwah Islam harus menjadi identitas dan kebanggaan setiap mukmin, sebagaimana difirmankan oleh Allah Ta’ala dalam QS At Taubah /9 : 71,
وَالْمُؤْمِنُوْنَ وَالْمُؤْمِنٰتُ بَعْضُهُمْ اَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۘ يَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوْنَ الزَّكٰوةَ وَيُطِيْعُوْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَه ۗ اُولٰئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللّٰهُ ۗ اِنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ
“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan sholat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah swt. Sungguh, Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
- Landasan Dalam Berdakwah.
Landasan utama dalam berdakwah adalah ikhlas / ketulusan. Setiap mukmin hendaknya mendakwahkan Islam dengan amar makruf nahi munkar semata-mata untuk beribadah dan meraih ridha Allah. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Nabi,
عَنْ أَبِي رُقَيَّةَ تَمِيْم الدَّارِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ . قُلْنَا لِمَنْ ؟ قَالَ : لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُوْلِهِ وَلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ . رواه البخاري ومسلم
Dari Abu Ruqayah Tamim Ad Daari radhiallahu ‘anhu, sesungguhnya Rasulullah saw bersabda : “Agama adalah nasehat / ketulusan”, kami berkata : “Kepada siapa ?” beliau bersabda : “Kepada Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya dan kepada pemimpin kaum muslimin dan rakyatnya.” (Riwayat Bukhari dan Muslim, Arba’in Nawawiyyah, no 7)
Agar keikhlasan terjaga dengan baik dan tetap istiqamah, maka setiap mukmin wajib berdakwah dengan cara-cara yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Tujuannya agar dakwah mampu membawa perbaikan bagi diri sendiri, keluarga dan lingkungannya. Memberi perbaikan di hari in i dan masa mendatang.
Dalam hal ini Allah memberikan gambaran dalam firman-Nya surat Muhammad /47 : 14, Allah SWT berfirman:
اَفَمَنْ كَانَ عَلٰى بَيِّنَةٍ مِّنْ رَّبِّه كَمَنْ زُيِّنَ لَه سُوْءُ عَمَلِه وَاتَّبَعُوْۤا اَهْوَاءَهُمْ
“Maka apakah orang yang berpegang pada keterangan yang datang dari Tuhannya sama dengan orang yang dijadikan terasa indah baginya perbuatan buruknya dan mengikuti keinginan hawa nafsunya?”
Ringkasnya, seorang mukmin yang aktif berdakwah, berusaha sungguh-sungguh berpegang kepada kebenaran. Berusaha mengamalkan apa yang didakwahkannya. Tidak boleh berpura-pura baik. Tidak boleh mencitrakan diri baik di hadapan masyarakat, tetapi buruk akhlaq pribadinya. Seorang mukmin harus menjaga keyakinannya bahwa ia bisa menyembunyikan keburukannya di hadapan orang banyak, tetapi ia tidak bisa bersembunyi dari Allah. Dengan begitu, ia akan selalu berhati-hati dalam sikap, perkataan dan perbuatannya. Tidak mudah terjerumus ke dalam keburukan demi tujuan dunia dan hawa nafsunya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam QS An Nisaa’ /4 : 108,
يَّسْتَخْفُوْنَ مِنَ النَّاسِ وَلَا يَسْتَخْفُوْنَ مِنَ اللّٰهِ وَهُوَ مَعَهُمْ اِذْ يُبَيِّتُوْنَ مَا لَا يَرْضٰى مِنَ الْقَوْلِ ۗ وَكَانَ اللّٰهُ بِمَا يَعْمَلُوْنَ مُحِيْطًا
“mereka dapat bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak dapat bersembunyi dari Allah karena Allah beserta mereka ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang tidak diridai-Nya. Dan Allah Maha Meliputi terhadap apa yang mereka kerjakan.”
Baru-baru ini kita disuguhi ‘tontonan’ yang memunculkan keprihatinan umat Islam Indonesia. Orang-orang yang notabene adalah tokoh-tokoh umat Islam, petinggi-petinggi partai dan organisasi Islam, serta para pemegang jabatan yang dipilih oleh rakyat banyak, justru terlibat kejahatan-kejahatan besar. Korupsi, jual beli jabatan, bahkan terjadi di lingkungan kementrian Agama yang seharusnya menjadi panutan kebaikan bagi umat Islam.
Mereka menipu masyarakat dengan mencitrakan kebaikan untuk menutup-nutupi keburukan mereka. Mereka berpura-pura baik, berbicara atasnama kepentingan rakyat, pura-pura membela kepentingan umat Islam, tetapi menyimpan rencana-rencana jahat demi kepentingan pribadi dan golongan mereka. Hal itu sebagaimana digambarkan oleh Allah dalam QS Al Baqarah /2 : 204,
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُّعْجِبُكَ قَوْلُه فِى الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا وَيُشْهِدُ اللّٰهَ عَلٰى مَا فِيْ قَلْبِه ۙ وَهُوَ اَلَدُّ الْخِصَامِ
“Dan di antara manusia ada yang pembicaraannya tentang kehidupan dunia mengagumkan engkau (Muhammad), dan dia bersaksi kepada Allah mengenai isi hatinya, padahal dia adalah penentang yang paling keras.”
Oleh karenanya, kita harus selalu berhati-hati dan menjaga keikhlasan dalam berdakwah semata-mata untuk meraih ridha Allah ‘Azza wa Jalla. Kita harus disiplin dan konsekuen pada apa yang kita dakwahkan yaitu amar makruf nahi munkar. Kita jauhkan dakwah Islam dari niat-niat duniawi dan hawa nafsu. Selalu mendakwahkan apa yang diperintahkan oleh Allah dan dicontohkan oleh Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Ibrahim an Nakha’i, sebagaimana dinukilkan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya di surat Al Baqarah /2 : 44, menjelaskan bahwasanya setiap pendakwah harus memperhatikan tiga ayat dalam Al Quran, yaitu :
- Melaksanakan Apa yang Dia Perintahkan.
- (2) Surat Al Baqarah : 44 :
اَتَأْمُرُوْنَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ اَنْفُسَكُمْ وَاَنْتُمْ تَتْلُوْنَ الْكِتٰبَ ۗ اَفَلَا تَعْقِلُوْنَ
“Mengapa kamu menyuruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca Kitab (Taurat)? Tidakkah kamu mengerti?”
Seorang mukmin harus bersungguh-sungguh beramal sebagaimana ia menganjurkan kepada orang lain. Ia juga harus memerintahkan anak, istri dan keluarganya untuk rajin beribadah dan berbuat kebaikan. Sebagaimana firman Allah surat Thaha /20 : 132,
وَأْمُرْ اَهْلَكَ بِالصَّلٰوةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا ۗ لَا نَسْــئَلُكَ رِزْقًا ۗ نَحْنُ نَرْزُقُكَ ۗ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوٰى
“Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan sholat dan sabar dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik di akhirat) adalah bagi orang yang bertakwa.”
- Tidak Melanggar Yang Dilarang.
QS (11) Surat Hud : 88
قَالَ يٰقَوْمِ اَرَءَيْتُمْ اِنْ كُنْتُ عَلٰى بَيِّنَةٍ مِّنْ رَّبِّيْ وَرَزَقَنِيْ مِنْهُ رِزْقًا حَسَنًا ۗ وَمَاۤ اُرِيْدُ اَنْ اُخَالِفَكُمْ اِلٰى مَاۤ اَنْهٰٮكُمْ عَنْهُ ۗ اِنْ اُرِيْدُ اِلَّا الْاِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُ ۗ وَمَا تَوْفِيْقِيْۤ اِلَّا بِاللّٰهِ ۗ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَاِلَيْهِ اُنِيْبُ
“Dia (Syu’aib) berkata, Wahai kaumku! Terangkan padaku jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan aku dianugerahi-Nya rezeki yang baik (pantaskah aku menyalahi perintah-Nya)? Aku tidak bermaksud menyalahi kamu terhadap apa yang aku larang darinya. Aku hanya bermaksud (mendatangkan) perbaikan selama aku masih sanggup. Dan petunjuk yang aku ikuti hanya dari Allah. Kepada-Nya aku bertawakal dan kepada-Nya (pula) aku kembali.”
Agar Allah tetap menjaga kita dan keluarga kita dalam kebaikan, maka dalam berdakwah wajib menghindari dosa-dosa besar dan keburukan-keburukan. Jangan sampai seorang mukmin melarang orang lain melakukan keburukan, tetapi ia sendiri justru melanggarnya. Dengan demikian, aktifitas ber-Islam dan dakwah kita menjadikan kemuliaan kita dan diampuni kesalahan-kesalahan kita. Sebagaimana firman Allah Ta’ala :
اِنْ تَجْتَنِبُوْا كَبٰئِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّاٰتِكُمْ وَنُدْخِلْـكُمْ مُّدْخَلًا كَرِيْمًا
“Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu dan akan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga).” (QS. An-Nisa’ /4 : 31)
Setiap kejahatan bila pelakunya mengetahui bahwa yang ia lakukan adalah buruk, tetapi tidak segera bertaubat, Allah akan membongkar keburukannya di dunia. Allah telah mengingatkan dalam QS Muhammad /47 : 29 – 30 :
اَمْ حَسِبَ الَّذِيْنَ فِيْ قُلُوْبِهِمْ مَّرَضٌ اَنْ لَّنْ يُّخْرِجَ اللّٰهُ اَضْغَانَهُمْ
“Atau apakah orang-orang yang dalam hatinya ada penyakit mengira bahwa Allah tidak akan menampakkan kedengkian mereka?”
وَلَوْ نَشَاءُ لَاَرَيْنٰكَهُمْ فَلَعَرَفْتَهُمْ بِسِيْمٰهُمْ ۗ وَلَتَعْرِفَنَّهُمْ فِيْ لَحْنِ الْقَوْلِ ۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ اَعْمَالَكُمْ
“Dan sekiranya Kami menghendaki, niscaya Kami perlihatkan mereka kepadamu (Muhammad) sehingga engkau benar-benar dapat mengenal mereka dengan tanda-tandanya. Dan engkau benar-benar akan mengenal mereka dari nada bicaranya, dan Allah mengetahui segala perbuatan kamu.” (QS. Muhammad 47: Ayat 30)
- Berusaha Konsekwen Terhadap Apa Yang Diucapkan.
QS (61) Surat Ash Shaf : 2 dan 3
يٰۤاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لِمَ تَقُوْلُوْنَ مَا لَا تَفْعَلُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?”
كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللّٰهِ اَنْ تَقُوْلُوْا مَا لَا تَفْعَلُوْنَ
“(Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.”
Seorang mukmin harus jujur dalam kesehariannya dan berusaha menghindari dusta dan kebohongan. Maka dalam berdakwah harus pula menyampaikan hal – hal yang nyata. Perkara yang shahih dari Nabi, dan
tidak mengada-adakan kebohongan dalam agama (bid’ah). Sebagaimana firman Allah dalam surat An Nisaa’/4 : 50
اُنْظُرْ كَيْفَ يَفْتَرُوْنَ عَلَى اللّٰهِ الْـكَذِبَ ۗ وَكَفٰى بِهِ اِثـْمـًا مُّبِيْنًا
“Perhatikanlah, betapa mereka mengada-adakan kebohongan terhadap Allah? Dan cukuplah perbuatan itu menjadi dosa yang nyata (bagi mereka).”
Untuk menjaga keikhlasan dalam berdakwah, bagi pendakwah dibutuhkan tiga sikap yaitu :
- Pendakwah melaksanakan apa yang dia perintahkan.
- Pendakwah tidak melanggar apa yang dilarang.
- Pendakwah berusaha konsekwen terhadap apa yang dia ucapkan.